Jakarta, CNBC Indonesia – Investor asing dalam lima pekan beruntun masuk ke pasar keuangan domestik. Kendati demikian, angka tersebut tidak cukup besar melihat kondisi global yang relatif mulai stabil dan jelas.
Sebagai informasi, Bank Indonesia (BI) merilis data transaksi 11 – 14 Desember 2023, investor asing di pasar keuangan domestik tercatat beli neto Rp6,82 triliun terdiri dari beli neto Rp3,98 triliun di pasar Surat Berharga Negara (SBN), beli neto Rp0,34 triliun di pasar saham, dan beli neto Rp2,50 triliun di Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI).
Foreign inflow yang terjadi sejak pekan ketiga November terjadi secara beruntun dengan total lebih dari Rp35 triliun, lebih dari Rp15 triliun di SBN, dan lebih dari Rp15 triliun di SRBI.
Hal ini menjadi menarik mengingat imbal hasil yang ditawarkan SBN tenor 10 tahun Indonesia merupakan yang paling tinggi jika dibandingkan dengan surat utang dengan tenor yang sama negara lain, seperti Malaysia, Thailand, Singapura, AS, dan Filipina.
Di tengah perdagangan Senin (18/12/2023), imbal hasil SBN tenor 10 tahun Indonesia tercatat sebesar 6,57% sementara negara berkembang lainnya memiliki imbal hasil di bawah Indonesia, seperti Filipina sebesar 6,05%, Malaysia sebesar 3,75%, dan Thailand sebesar 2,77%. Sedangkan untuk negara maju seperti AS memiliki imbal hasil 3,91% dan Singapura di angka 2,76%.
Pada dasarnya, imbal hasil yang ditawarkan oleh Indonesia cukup tinggi namun memang jika dibandingkan dengan berkembang lainnya, rating surat utang Indonesia tergolong lebih rendah meskipun masih masuk dalam kategori investment grade (BBB hingga AAA).
S&P menilai surat utang Indonesia dengan rating BBB, Moody’s menilai dengan rating Baa2, sedangkan Fitch menilai dengan rating BBB.
Berbeda halnya dengan negara berkembang lainnya seperti Filipina dan Thailand yang memiliki rating BBB+ oleh S&P. Bahkan Malaysia mendapatkan rating A- oleh S&P. Sementara untuk negara maju seperti AS dan Singapura, masing-masing memiliki rating AA+ dan AAA oleh S&P dan Fitch.
Selain itu, tingginya suku bunga AS dan pernyataan higher for longer menyebabkan dana asing cukup banyak masuk ke pasar keuangan AS dan meninggalkan negara berkembang. Lebih lanjut, belum adanya kepastian yang jelas bahwa bank sentral AS (The Fed) akan benar-benar memangkas suku bunganya pada 2024 atau tidak.
Dilansir dari CNBC International, Williams mengatakan masih terlalu dini untuk memikirkan pemangkasan suku bunga. Ia pun menegaskan bahwa The Fed akan tetap bergantung pada data dan jika tren penurunan inflasi berbalik, pihaknya siap untuk memperketat kebijakan lagi.
“Sepertinya kita sudah mendekati atau mendekati batasan tersebut dalam hal pembatasan yang cukup, namun keadaan bisa berubah,” kata Williams.
“Satu hal yang telah kita pelajari selama setahun terakhir adalah bahwa data dapat berubah dan dengan cara yang mengejutkan, kita harus siap untuk memperketat kebijakan lebih lanjut, jika kemajuan inflasi terhenti atau berbalik arah.” tambah Williams.
Tanggapan lain datang dari Presiden Federal Reserve Atlanta Raphael Bostic. Merujuk pada Reuters, ia menegaskan bahwa The Fed dapat memulai menurunkan suku bunganya pada kuartal III-2024 jika inflasi dapat turun sesuai yang diharapkan.
Bostic mengatakan dia memperkirakan inflasi, yang diukur dengan indeks harga pengeluaran konsumsi pribadi (PCE), pada akhir tahun 2024 berada pada kisaran 2,4% atau hanya sedikit lebih tinggi dari target The Fed di level 2%.
“Saya tidak merasa bahwa hal ini akan terjadi dalam waktu dekat,” kata Bostic dalam sebuah wawancara dengan Reuters, karena para pembuat kebijakan masih memerlukan “beberapa bulan” untuk mengumpulkan cukup data dan keyakinan bahwa inflasi akan terus turun sebelum beralih dari tingkat suku bunga kebijakan kisaran saat ini 5,25%-5,50%.
Untuk diketahui, di tengah ketidakpastian global, Indonesia akan menggelar Pilpres pada Februari 2024.
Sejauh ini, arus modal asing yang terus membanjiri Tanah Air menjelang Pilpres 2024, hal ini selaras dengan foreign net buy yang secara historikal terjadi pada Pilpres 2004, 2009, dan 2014 khususnya di saham.
Kementerian Keuangan menunjukkan sepanjang kuartal I-2019, dana dari luar negeri masuk ke Indonesia sebanyak Rp85,9 triliun. Derasnya dana asing tersebut terjadi di tengah tambahan utang pemerintah melalui mekanisme penerbitan SUN, penerbitan SBN dilakukan dalam rangka mengantisipasi utang jatuh tempo pada kuartal II-2019, kinerja perekonomian yang cukup baik sepanjang kuartal I-2019, tren surplus neraca perdagangan dari Februari dan Maret 2019 berdampak pada berkurangnya tekanan pada defisit transaksi berjalan (CAD), dan proyeksi pertumbuhan ekonomi oleh BI pada kuartal I-2019 yang akan menyentuh angka 5,2%.
Sementara pada Pilpres 2024 tepatnya di tanggal 14 Februari 2024 diekspektasikan akan membawa dana asing masuk ke domestik khususnya di tengah suku bunga BI yang cukup tinggi, neraca dagang yang masih surplus 43 bulan beruntun, pertumbuhan ekonomi masih di kisaran 5%, hingga inflasi yang terkontrol sesuai target. https://merujaksore.com/