Jakarta, CNBC Indonesia – Kementerian Perdagangan (Kemendag) buka suara ihwal ekspor tanaman herbal kratom yang digadang-gadang menghasilkan keuntungan melebihi sawit bagi petaninya, karena modal yang dibutuhkan lebih sedikit. Direktur Jenderal Pengembangan Ekspor Nasional (Dirjen PEN) Kemendag, Didi Sumedi mengatakan sampai dengan saat ini belum ada keputusan final terkait tanaman herbal yang satu ini, apakah dinyatakan dilarang atau tidaknya.
Namun, lanjut Didi, yang menjadi fokus Menteri Perdagangan (Mendag) Zulkifli Hasan ialah untuk mengendalikan kratom itu sendiri. Sehingga, semuanya menjadi tertata, baik untuk mengendalikan penggunaan sampai dengan perdagangannya, agar jangan sampai kratom nantinya dijual secara bebas dan membuat nilainya menjadi jatuh. Selama ini ekspor kratom sendiri belum diatur oleh Kemendag atau belum masuk ke dalam list yang diatur ekspornya.
“Kalau pak Menteri sih arahnya ingin mengendalikan saja, jadi betul-betul tertata. Mengendalikan tuh banyak tujuannya, selain untuk penggunaannya, tapi juga untuk menata jangan sampai kalau bebas yang terjadi seperti (tanaman umbi) porang, akhirnya harga jadi jatuh,” kata Didi saat ditemui di Kantor Kemendag Jakarta, Selasa (19/12/2023).
Menurut Didi, jika tanaman herbal kratom ini diberikan sedikit pengendalian, maka harganya bisa tetap terjaga dengan baik.
“Karena orang kalau kebuka semua berlomba akan pindah kesana, dan harga biasanya jatuh kalau terlalu banyak produksinya,” tukasnya.
Hal yang kedua, lanjutnya, alasan peredaran kratom ini harus ditata karena kratom masuk ke dalam tanaman herbal yang diwacanakan masuk ke dalam kategori narkotika golongan I.
“Jadi nanti penataannya barangkali kalau yang dimaksudkan pak menteri sampai di on farm nya mungkin. Mungkin ya, kita masih belum tahu seperti apa. Karena kratom kayaknya belum ada keputusan final” ujarnya.
Kratom Cuan Besar Ketimbang Sawit
Sebelumnya, Perkumpulan Pengusaha Kratom Indonesia (Pekrindo) mendesak pemerintah membuka lebar-lebar peluang ekspor kratom, karena menurut mereka kratom bisa menghasilkan keuntungan melebihi sawit bagi petaninya.
Ketua Pekrindo Yosef mengatakan, dengan modal menanam kratom senilai Rp15 juta per hektare (ha), hasilnya akan mendapatkan keuntungan hingga Rp25 juta.
Ia merinci, dalam satu hektare lahan bisa ditanami sekitar 2.500 batang, dan diasumsikan satu pohon dapat menghasilkan rata-rata 2 kilogram (kg) daun kratom sekali panen.
Dirjen PEN Kemendag, Didi Sumedi pun tak menampik pernyataan tersebut. Menurutnya, ada kemungkinan besar tanaman kratom lebih menguntungkan ketimbang sawit, karena masa panen kratom sendiri yang lebih singkat.
“Mungkin saja (lebih menguntungkan), karena minyak atsirinya itu kan kalau tidak salah sekitar Rp30.000-Rp40.000 per kg. Dan itu short term panen nya, karena kan segini aja (tidak tinggi) pohonnya, hanya mungkin 1,5 tahun sudah bisa panen daunnya,” jelasnya.
Melansir data BPS yang diolah Kemendag, nilai ekspor kratom dengan HS 12119099 Indonesia sempat turun dari US$ 16,23 juta pada 2018 menjadi US$ 9,95 juta pada 2019. Kemudian, kembali meningkat lagi nilai ekspor kratom pada 2020, yakni US$ 13,16 juta dan terus menunjukkan tren meningkat hingga 2022.
Kinerja ekspor yang positif ini terus berlanjut pada 2023. Tercatat sepanjang Januari-Mei 2023, nilai ekspor kratom Indonesia tumbuh 52,04% menjadi US$ 7,33 juta atau sekitar Rp 114,3 miliar (kurs Rp 15.600). https://merupakan.com/